Sunday, February 28, 2010

nyatamu ada disisi-ku (lagi).

ahh..

kau hadir dihadapanku merasuk ke dalam otakku bagai badai morphine yang menerjang dan mengambil alih paksa batas sadarku. tanpa sadar kau rekahkan senyumku menggapai titik maksimal.

buaianmu lelapkan fajarku.

sentuhanmu larutkan tangisku hingga lenyap bagai asap.

padahal baru beberapa jam yang lalu dirinya mencabik jiwaku dan menorehkan perih yang tak berkesudahan. kupikir tadinya aku akan mati karena merana malam itu. tapi tiba-tiba sosokmu muncul dan kau tarik-ku keluar dari kepekatan yang gulita.

aku menikmati malam kita. malam yang seolah-olah tidak pernah usai. padahal matahari telah menyemburat diiringi adzan subuh yang berkumandang. aku ingin terus didekapmu walaupun kita diburu waktu.

buprenorfin -ku, tetaplah disini. pada suatu pagi yang masih berbintang.

Tuesday, February 23, 2010

dialogue patah.

kau lebih hitam dari kelamnya malam yang anginnya menggigit pori-poriku. padahal wujud nyatamu lebih putih dari salju yang membeku pada satu pagi di bulan december. saat kau hampiriku terpikir rupamu seperti malaikat dengan lingkaran suci yang bersinar keemasan di atas kepala. rupanya aku salah karena saat kau menunduk ingin mengecupku, tandukmu menyembul keluar dari balik helaian rambut hitam-mu yang lembut dan harum. bibirmu hangat dan mampu buaikan jiwa kosong hantu-hantu wanita yang berteriak melolong mencari kekasihnya yang telah pergi.

tapi sayang hangatnya hanya di permukaan tidak dapat menggapai hati yang tetap beku. ujarku.

aku tetap ada untuknya. ujarku.

tapi akulah yang ada direngkuhan-mu saat ini. jawabmu.

aku memang disini tetapi tidak rasaku. ujarku.

pentingkah rasa-mu saat kau sebenarnya sudah tidak mampu lagi merasakan apa-apa?. teriakmu.

rasaku bukan mati, hanya patah jadi bisa tumbuh lagi jika bersamanya!. teriak-ku.

teruslah berlari tapi aku akan tetap menuruti langkahmu. bisikmu.

ya, mari berlari bersama mengejar yang tidak ada. bisik-ku sambil meraih rambutmu ke pelukanku. ya, mari habiskan subuh ini bersama.

hanya kau dan aku tanpa rasa. bisik-ku lagi.

dialah buprenorfin-ku.

badanmu bergambar penuh lukisan warna-warni. dari lengan, dada dan merayap dileher.

saat kamu berada disebelahku seolah-olah gambar-gambarmu jadi hidup, menari dan menemani hari dan malam kita yang panjang. malam yang dihiasi rintikan hujan dan nyanyian setan.

saat dingin menyergap pelukanmu terasa lebih hangat dari aliran darahku. yang kutatap dan terekam di otak kanan ku adalah gambar di lehermu.

kemudian kamu bercerita sejarah setiap gambar yang ditorehkan disitu. ceritamu panjang tapi mengasyikan dan kita pun terbuai dalam episodenya. baru kali ini aku tahu betapa bermaknanya setiap gambarmu. tak sekedar terpatri disana untuk dijadikan tontonan.

seandainya kamu tau apa yang kurasakan saat jauh darimu. kamulah buprenorfin-ku..






abarognosis.



ya, sekarang aku terjebak dalam terapi buprenorfin dan metadon -or whatever you named it- untuk melepaskan diri dari pasca ketergantungan terhadapmu. kau seperti drugs yang menangkap jiwaku pada malam dan siang tak berkesudahan. yang kau tawarkan cuma mimpi-mimpi yang menciptakan perih saat aku harus terbangun. mimpi-mimpi yang tadinya kupikir nyata. kau buaikanku dalam lelapku untuk kemudian kau hempaskan.

jangan salahkan mereka. mereka hanya mediator dari Tuhan untuk mencegah kehancuran masa depanku ditanganmu.

tanyakan berupa apa buprenorfin yang aku gunakan. jawabannya pasti akan membuat dacryocyst-mu membanjir. aku mengkonsumsi dalam takaran maksimal. tidak hanya satu, dua dan tiga tapi lebih. salah satunya telah hampir berhasil menangkapku. itu pun hanya hampir -yeah,this close- tapi tergagalkan oleh besarnya rasa cinta butaku terhadapmu. apa dayaku jika kau tak terganti walaupun aku yang memaksamu pergi.

(pasti kau bertanya-tanya mengapa aku terus menerus menggunakan istilah kedokteran untuk meluapkan kesedihanku. karena cinta kita lebih jahat dari heroin bukan sekedar ganja yang bisa dihentikan setiap saat.hanya istilah-istilah itu yang paling tepat untuk menggambarkan cabikan ini).

aku kecewa pada dunia yang membuatku lemah. aku pikir aku cukup kuat untuk berhenti menyanduimu. tapi ternyata rasanya lebih dahsyat perihnya dari sayatan yang pernah aku torehkan ke genggaman kirimu. bekas luka itu takkan pernah hilang sama seperti torehan yang saat ini melintas di hatiku seperti track nascar dan luka kita akan membuat lingkaran 360 derajat tanpa akhir yang semakin dalam menggores di setiap putaran.

carilah aku dalam mimpi-mimpimu seperti aku mencarimu dalam mimpi-mimpiku. canduilah aku dan cari buprenorfin-mu sendiri jangan usik terapi opiat-ku. karena sekarang saja aku belum lagi bersih total apalagi jika kau terus menghampiri. aku lelah dengan labirin yang mengatas namakan KEBAIKAN.

silahkan jamah masa lalu kita tapi jangan ajakku ikut ambil bagian.

monologue.

aku benci kamu. ya kamu itu.

yang sudah aku buang ke recycle bin tapi masih bisa tetap muncul lagi dan lagi. jera aku dengan ulahmu yang bertingkah bagai penyakit yang tidak dapat dibasmi dengan obat-obatan dari dokter. malahan lama kelamaan kamu menyaru seperti obat terlarang dan membuatku kecanduan. aku rasa aku harus berhenti walaupun enggan.

seandainya kamu tau seberat apa usahaku berusaha menolakmu. tapi kan kamu tidak peduli dan terus saja memaksa walau sekedar menikmati kopi di sore hari. padahal kamu tau aku bukan penggemar kopi.

sebenarnya kalo boleh jujur aku itu penggemar kamu. penggemar terbesar sepanjang sejarah hidup kamu. tiga tahun hampir aku menjadikanmu kiblat walaupun kamu tidak akan pernah bisa menjadi imam yang baik dimata semuanya. tapi apa yang aku peroleh?. cuma cinta yang tidak akan pernah bisa meluluhkan hati mereka. kamu tau itu. tapi lagi-lagi kamu tidak peduli.

sudahlah lupakan kita bertemu bukan untuk berteman.